Selasa, 03 Mei 2011

KEBUDAYAAN DAN KESENIAN ACEH

Pugo Surya Adhitma
4423107050

KEBUDAYAAN DAN KESENIAN ACEH

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki suku dan budaya yang beraneka ragam. Masing-masing budaya daerah saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan daerah lain maupun kebudayaan yang berasal dari luar Indonesia. Salah satu kebudayaan tersebut adalah kebudayaan Aceh. Sejarah dan perkembangan suku bangsa Aceh juga menarik perhatian para antropolog. Kebudayaan Aceh ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya melayu, karena letak Aceh yang strategis karena merupakan jalur perdagangan maka masuklah kebudayaan Timur Tengah. Beberapa budaya yang ada sekarang adalah hasil dari akulturasi antara budaya melayu, Timur Tengah dan Aceh sendiri. Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah. Sistem kemasyarakatan suku bangsa Aceh, Sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan. Agama Islam adalah agama yang paling mendominasi di aceh oleh karena itu Aceh mendapat julukan ”Serambi Mekah”. Dari struktur masyarakat Aceh dikenal gampong, mukim, nanggroe dan sebagainya. Tetapi pada saat-saat sekarang ini upacara ceremonial yang besar-besaran hanya sebagai simbol sehingga inti dari upacara tersebut tidak tercapai. Pergeseran nilai kebudayaan tersebut terjadi karena penjajahan dan faktor lainnya.
Bebeapa  kerjaan yang sudah muncul jauh sebalum kerajaan Aceh Darussalam itu adalah, Kerajaan Peureulak, Kerajaan Samudra Pase, Kerjaan Banua, Kerjaan Pedir, Kerajaan Sanghela (Sahe), Kerajaan Linge dan Isak, Kerajaan Daya, Kerjaan Indra Purwa dan Kerajaan Lamuri. Dalam abad ke XVI, Aceh memegang peranan yang sangat penting sebagai daerah transit barang-barang komoditi dari Timur ke Barat. Komoditi dagang dari nusantara seperti pala dan rempah-rempah dari Pulau Banda, cengkeh dari Maluku, kapur barus dari Barus dan lada dari Aceh dikumpul disini menunggu waktu untuk diberangkatkan ke luar negen. Aceh sebagai bandar paling penting pada waktu itu yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai negara.  Aceh juga dikenal dengan daerah pertama masuknya agama Islam ke nusantara. Para pedagang dari Saudi Arabia, Turki, Gujarat dan India yang beragama Islam singgah di Aceh dalam perjalanan mereka mencari berbagai komoditi dagang dari nusantara. Aceh yang terletak di jalur pelayaran internasional merupakan daerah pertama yang mereka singgahi di Asia Tenggara. Kemudian sekitar akhir abad ke XIII di Aceh telah berdiri sebuah kerajaan besar yaitu Kerajaan Pasai yang bukan saja bandar paling penting bagi perdagangan, namun juga sebagai pusat penyebaran agama Islam baik ke Nusantara maupun luar negeri.
Mata pencaharian pokok orang Aceh adalah bertani di sawah dan ladang, dengan tanaman pokok berupa padi, cengkeh, lada, pala, kelapa, dan lain-lain. Masyarakat yang bermukim_ di sepanjang pantai pada umumnya menjadi nelayan. Sebagian besar orang Alas hidup dari pertanian di sawah atau ladang, terutama yang bermukim di kampung (kute). Tanam Alas merupakan lumbung padi di Daerah Istimewa Aceh. Di samping itu penduduk beternak kuda, kerbau, sapi, dan kambing, untuk dijual atau dipekerjakan di sawah. Mata pencaharian utama orang Aneuk Jamee adalah bersawah, berkebun, dan berladang, serta mencari ikan bagi penduduk yang tinggal di daerah pantai. Di samping itu ada yang melakukan kegiatan berdagang secara tetap (baniago), salah satunya dengan cara menjajakan barang dagangan dari kampung ke kampung (penggaleh). Matapencaharian pada masyarakat Gayo yang dominan adalah berkebun, terutama tanaman kopi. Mata pencaharian utama orang Tamiang adalah bercocok tanam padi di sawah atau di ladang. Penduduk yang berdiam di daerah pantai menangkap ikan dan membuat aran dari pohon bakau. Adapula yang menjadi buruh perkebunan atau pedagang.
Sistem Kemasyarakatan di aceh memiliki bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan. Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).
 Pada masa lalu Tanah Alas terbagi atas dua daerah kekuasaan yang dipimpin oleh dua orang kejerun, yaitu daerah Kejerun Batu Mbulan dan daerah Kejerun Bambel. Kejerun dibantu oleh seorang wakil yang disebut Raje Mude, dan empat unsur pimpinan yang disebut Raje Berempat. Setiap unsur pimpinan Raje Berempat membawahi beberapa kampung atau desa (Kute), sedangkan masing-masing kute dipimpin oleh seorang Pengulu. Suatu kute biasanya dihuni oleh satu atau beberapa klen (merge). Masing-masing keluarga luas menghuni sebuah rumah panjanga.
Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari : reje, petue, imeum, dan sawudere. Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imeum, dan cerdik pandai yang mewakili rakyat.
Orang Aceh terkenal sebagai prajuri-prajurit tangguh penentang penjajah, dengan bersenjatakan rencong, ruduh (kelewang), keumeurah paneuk (bedil berlaras pendek), peudang (pedang), dan tameung (tameng). Senjata-senjata tersebut umumnya dibuat sendiri. 
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).
Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam. Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu. Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam. Aceh termasuk salah satu daerah yang paling awal menerima agama Islam. Oleh sebab itu propinsi ini dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah", maksudnya "pintu gerbang" yang paling dekat antara Indonesia dengan tempat dari mana agama tersebut berasal. Meskipun demikian kebudayaan asli Aceh tidak hilang begitu saja, sebaliknya beberapa unsur kebudayaan setempat mendapat pengaruh dan berbaur dengan kebudayaan Islam. Dengan demikian kebudayaan hasil akulturasi tersebut melahirkan corak kebudayaan Islam-Aceh yang khas. Di dalam kebudayaan tersebut masih terdapat sisa-sisa kepercayaan animisme dan dinamisme.
            Provinsi Aceh memiliki 13 suku asli, yaitu: Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias. Bahasa yang digunakan orang Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia yang terdiri dari beberapa dialek, antara lain dialek Pidie, Aceh Besar, Meulaboh, serta Matang. Sebagai alat komunikasi sehari-hari orang Alas menggunakan bahasa sendiri, yaitu bahasa Alas. Penggunaan bahasa ini dibedakan atas beberapa dialek, seperti dialek Hulu, dialek Tengah, dan dialek Hilir. Dengan demikian orang Alas dibedakan berdasarkan penggunaan dialek bahasa tersebut. Dilihat dari segi bahasa, kosa kata bahasa Aneuk Jamee yang berasal dari bahasa Minangkabau lebih dominasi daripada kosa kata bahasa Aceh. Penggunaan bahasa Aneuk Jamee dibedakan atas beberapa dialek, antara lain dialek Samadua dan dialek Tapak Tuan. Bahasa Gayo digunakan dalam percakapaan sehari-hari. Penggunaan bahasa Gayo dibedakan atas beberapa dialek, seperti dialek Gayo Laut yang terbagi lagi menjadi sub-dialek Lut dan Deret, dan dialek Gayo Luwes yang meliputi sub-dialek Luwes, Kalul, dan Serbejadi. Orang Tamiang memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Tamiang, yang kebanyakan kosa katanya mirip dengan bahasa melayu. Bahkan ada yang mengatakan, bahwa bahasa Tamiang merupakan salah satu dialek dari bahasa Melayu. Bahasa Tamiang ditandai oleh mengucapkan huruf r menjadi gh, misalnya kata "orang" dibaca menjadi oghang. Sementara itu huruf t sering c, misalnya kata "tiada" dibaca "ciade". Jadi Propinsi Aceh memiliki 13 buah bahasa asli yaitu bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan , Sigulai, Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.
1.  Bahasa Aceh = Kab. Aceh Besar, Kota Banda Aceh dan Kab. Pidie.
2.  Bahasa Gayo = Aceh Tengah, Bener Meriah dan Aceh Tenggara.
3. Bahasa Aneuk Jamee = Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya Pada umumnya di Kab. Aceh Selatan, Kec. Susoh dan Kec. Manggeng.
4. Bahasa Singkil = Kota Subulussalam dan Aceh Singkil Simpang kiri
5. Bahasa Alas = Aceh Tenggara Sebahagian Daerah Aceh Tenggara
6. Bahasa Tamiang = Kab. Aceh Tamiang dan Aceh Timur Sebahagian kab. Aceh Timur 4 5 7.  Bahasa Kluet = Aceh Selatan Daerah Kluet
8.  Bahasa Devayan = di kec. Simeulue Tengah dan Kec. Teluk
9.  Bahasa Sigulai = Kec. Simeulue Barat, Kec. Salang dan Kec. Alafan
10.Bahasa Pakpak = Aceh Singkil Sebagian besar masyarakat Singkil
11.Bahasa Haloban =Aceh Singkil Di pulau Haloban Kec. Pulau banyak
12.Bahasa Lekon = Simeulue Desa Langi dan desa Lafakta Kec. Alafan
13.Bahasa Nias = Aceh Singkil Daerah Sialut kec. Alafan
Corak kesenian Aceh memang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam, namun telah diolah dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Seni tari yang terkenal dari Aceh antara lain seudati, seudati inong, dan seudati tunang. Seni lain yang dikembangkan adalah seni kaligrafi Arab, seperti yang banyak terlihat pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat, alat upacara, perhiasan, dan sebagainnya. Selain itu berkembang seni sastra dalam bentuk hikayat yang bernafaskan Islam, seperti Hikayat Perang Sabil. Bentuk-bentuk kesenian Aneuk Jamee berasal dari dua budaya yang berasimilasi.. Orang Aneuk Jamee mengenal kesenian seudati, dabus (dabuih), dan ratoh yang memadukan unsur tari, musik, dan seni suara. Selain itu dikenal kaba, yaitu seni bercerita tentang seorang tokoh yang dibumbui dengan dongeng. Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tan saman dan seni teater yang disebut didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian bines, guru didong, dan melengkap (seni berpidato berdasarkan adat), yang juga tidak terlupakan dari masa ke masa.
Alat Musik Tradisional di Aceh sampai saat ini alat musik yang sudah diketahui yang berlaku dalam masyarakat Aceh dari zaman endatu sampai sekarang ada 10 macam:

Arbab
nstrumen ini terdiri dari 2 bagian yaitu Arbabnya sendiri (instrumen induknya) dan penggeseknya (stryk stock) dalam bahasa daerah disebut: Go Arab. Instrumen ini memakai bahan : tempurung kelapa, kulit kambing, kayu dan dawai.Musik Arbab pernah berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh Barat. Arbab ini dipertunjukkan pada acara-acara keramaian rakyat, seperti hiburan rakyat, pasar malam dsb. Sekarang ini tidak pernah dijumpai kesenian ini.

Bangsi Alas
 Bangsi Alas adalah sejenis isntrumen tiup dari bambu yang dijumpai di daerah Alas, Kabupeten Aceh Tenggara. Secara tradisional pembuatan Bangsi dikaitkan dengan adanya orang meninggal dunia di kampung/desa tempat Bangsi dibuat. Apabila diketahui ada seorang meninggal dunia, Bangsi yang telah siap dibuat sengaja dihanyutkan disungai. Setelah diikuti terus sampai Bangsi tersebut diambil oleh anak-anak, kemudian Bangsi yang telah di ambil anak-anak tadi dirampas lagi oleh pembuatnya dari tangan anak-anak yang mengambilnya. Bangsi inilah nantinya yang akan dipakai sebagai Bangsi yang merdu suaranya. Ada juga Bangsi kepunyaan orang kaya yang sering dibungkus dengan perak atau suasa.

Serune Kalee (Serunai)
 Serune Kalee merupakan instrumen tradisional Aceh yang telah lama berkembang dan dihayati oleh masyarakat Aceh. Musik ini populer di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Barat. Biasanya alat musik ini dimainkan bersamaan dengan Rapai dan Gendrang pada acara-acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan. Bahan dasar Serune Kalee ini berupa kayu, kuningan dan tembaga. Bentuk menyerupai seruling bambu. Warna dasarnya hitam yang fungsi sebagai pemanis atau penghias musik tradisional Aceh. Serune Kalee bersama-sama dengan geundrang dan Rapai merupakan suatau perangkatan musik yang dari semenjak jayanya kerajaan Aceh Darussalam sampai sekarang tetap menghiasi/mewarnai kebudayaan tradisional Aceh disektor musik.


Rapai
Rapai terbuat dari bahan dasar berupa kayu dan kulit binatang. Bentuknya seperti rebana dengan warna dasar hitam dan kuning muda. Sejenis instrumen musik pukul (percussi) yang berfungsi pengiring kesenian tradisional. Rapai ini banyak jenisnya: Rapai Pasee (Rapai gantung), Rapai Daboih, Rapai Geurimpheng (rapai macam), Rapai Pulot dan Rapai Anak.

Geundrang (Gendang)
Geundrang merupakan unit instrumen dari perangkatan musik Serune Kalee. Geundrang termasuk jenis alat musik pukul dan memainkannya dengan memukul dengan tangan atau memakai kayu pemukul. Geundrang dijumpai di daerah Aceh Besar dan juga dijumpai di daerah pesisir Aceh seperti Pidie dan Aceh Utara. Fungsi Geundrang nerupakan alat pelengkap tempo dari musik tradisional etnik Aceh.


Tambo
Sejenis tambur yang termasuk alat pukul. Tambo ini dibuat dari bahan Bak Iboh (batang iboh), kulit sapi dan rotan sebagai alat peregang kulit. Tambo ini dimasa lalu berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menentukan waktu shalat/sembahyang dan untuk mengumpulkan masyarakat ke Meunasah guna membicarakan masalah-masalah kampung.Sekarang jarang digunakan (hampir punah) karena fungsinya telah terdesak olah alat teknologi microphone.


Taktok  Trieng
Taktok Trieng juga sejenis alat pukul yang terbuat dari bambu. Alat ini dijumpai di daerah kabupaten Pidie, Aceh Besar dan beberapa kabupaten lainnya. Taktok Trieng dikenal ada 2 jenis : Yang dipergunakan di Meunasah (langgar-langgar), dibalai-balai pertemuan dan ditempat-tempat lain yang dipandang wajar untuk diletakkan alat ini. Jenis yang dipergunakan disawah-sawah berfungsi untuk mengusir burung ataupun serangga lain yang mengancam tanaman padi. Jenis ini biasanya diletakkan ditengah sawah dan dihubungkan dengan tali sampai ke dangau (gubuk tempat menunggu padi di sawah).

Bereguh
Bereguh nama sejenis alat tiup terbuat dari tanduk kerbau. Bereguh pada masa silam dijumpai didaerah Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara dan terdapat juga dibeberapa tempat di Aceh. Bereguh mempunyai nada yang terbatas, banyakanya nada yang yang dapat dihasilkan Bereguh tergantung dari teknik meniupnya. Fungsi dari Bereguh hanya sebagai alat komunikasi terutama apabila berada dihutan/berjauhan tempat antara seorang dengan orang lainnya. Sekarang ini Bereguh telah jarang dipergunakan orang, diperkirakan telah mulai punah penggunaannya.

Canang
Perkataan Canang dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Dari beberapa alat kesenian tradisional Aceh, Canang secara sepintas lalu ditafsirkan sebagai alat musik yang dipukul, terbuat dari kuningan menyerupai gong. Hampir semua daerah di Aceh terdapat alat musik Canang dan memiliki pengertian dan fungsi yang berbeda-beda. Fungsi Canang secara umum sebagai penggiring tarian-tarian tradisional serta Canang juga sebagai hiburan bagi anak-anak gadis yang sedang berkumpul. Biasanya dimainkan setelah menyelesaikan pekerjaan di sawah ataupun pengisi waktu senggang.

Celempong

Celempong adalah alat kesenian tradisional yang terdapat di daerah Kabupaten Tamiang. Alat ini terdiri dari beberapa potongan kayu dan cara memainkannya disusun diantara kedua kaki pemainnya. Celempong dimainkan oleh kaum wanita terutama gadis-gadis, tapi sekarang hanya orang tua (wanita) saja yang dapat memainkannnya dengan sempurna. Celempong juga digunakan sebagai iringan tari Inai. Diperkirakan Celempong ini telah berusia lebih dari 100 tahun berada di daerah Tamiang.&
Provinsi Aceh memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman. Contoh  Tarian Suku Aceh : Tari laweut, Tari Likok Pulo, Tari Pho, Tari Ranup Lampuan, Tari Rapai  Geleng, Tari Rateb Meuseukat, Tari Ratoh Duek,Tari Seudati, Tari Tarek Pukat, Tarian Suku Gayo : Tari Saman, Tari Bines, Tari Didong, Tari Guel, Tari Munalu, Tari Turun Ku Aih Aunen, Tarian Suku Lainnya : Tari Ula-ula Lembing, Tari Masekat.

Sumber :
-          www.acehprov.go.id
-          www.harian-aceh.com
-          id.wikipedia.org




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar