Sabtu, 16 Juni 2012

FOLKLORE SEBAGIAN LISAN LOMBOK (UTS III)


 NAMA:EDWINA YUSTITYA
NIM:4423107030

UPACRA BAU NYALE
Cacinglaut/Nyale

Upacara Bau Nyale adalah upacara berburu dan menangkap cacing laut yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Suku Sasak dan masyarakat Lombok lainnya.  Upacara adat Bau Nyale ini biasa digelar pada bulan februari atau maret yang bertepatan dengan tanggal 20 bulan kesepuluh penanggalan Suku Sasak dan dilangsungkan pada malam hingga pagi hari. Dibalik Upacara Bau Nyale ini berkembang sebuah cerita yang dipercayai oleh masyarakat Lombok. Cerita tersebut sebagai berikut:
Kisah Putri Mandikal

Pada zaman dahulu di Kabupaten Lombok Tengah, berdiri sebuah kerajaan yang diberi nama Kerajaan Tanjung Bitu. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang bernama Tonjang Beru dan permaisurinya yang bernama Dewi Seranting. Raja dan Permaisuri ini memiliki seorang putri yang diberi nama Putri Mandikala. Putri Mandikala adalah seorang putri yang sangat cantik jelita, selain itu Putri Mandikala memiliki sifat yang sangat ramah, baik hati dan juga tutur kata yang sopan, sehingga putri ini sangat dihormati dan dicintai oleh seluruh rakyatnya. Dengan kecantikan dan kebaikan perangainya, Putri Mandikala pun tersohor hingga ke kerajaan lain di negeri seberang. Karena hal tersebut pula maka pangeran-pangeran dari kerajaan tetangga pun jatuh cinta dan ingin mempersunting Putri Mandikala untuk menjadi isterinya.

Satu per satu pangeran dari kerajaan lain pun datang ke Istana Tanjung Bitu untuk melamar sang putri. Tapi anehnya, Putri Mandikala menerima seluruh pengeran yang datang untuk melamarnya. Para pangeran yang mengetahui hal ini pun tidak terima dengan keputusan yang diambil oleh putri, mereka tidak ingin putri dipersunting oleh seluruh pangeran yang datang melamarnya. Dengan perasaan tidak puas atas hasil keputusan putri, akhirnya para pangeran bersepakat untuk menentukan lewat jalan peperangan. Siapapun yang menang dalam peperangan ini, maka dialah yang berhak untuk menjadi suami Putri Mandikala.

Dengan cepat berita peperangan ini pun terdengar oleh telinga raja Tonjang Beru.  Sang raja pun memanggil Putri Mandikala untuk menanyakan kebenaran dari penyebab peperangan ini dan mengajaknya untuk mencari jalan keluar yang terbaik bersama. Tapi pada saat itu Putri Mandikala justru memutuskan untuk menyelesaikan masalah tersebut sendiri. Raja Tonjang Beru yang mengetahui keputusan anaknya itu pun hanya bisa setuju dan membiarkan putrinya untuk menyelesaikan masalah ini sendiri.

Atas keputusanya tersebut, Putri Mandikala berpikir selama sehari semalam, pada awalnya putri ingin memilih salah satu pangeran yang melamarnya tetapi niatnya dibatalkan karena dia tahu keputusan memilih salah satu pangeran hanya akan memperburuk masalah dan menimbulkan rasa iri antar pangeran. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Putri Mandikala memilih untuk mengorbankan jiwa dan raganya demi berakhirnya peperangan dan agar tidak ada lagi persaingan diantara para pangeran.

Sebelum melaksanakan niatnya, Putri Mandikala bersemedi terlebih dahulu. Dalam semedinya tersebut, putri mendapatkan petunjuk untuk mengundang semua pangeran ke Pantai Seger Desa Kuta Lombok Tengah pada tanggal 20 bulan kesepuluh penanggalan Suku Sasak. Mereka harus datang sebelum matahari terbit dengan disertai oleh rakyatnya masing-masing.

Pada hari yang telah ditentukan oleh putri, Pantai Seger pun terlihat sesak oleh karena seluruh undangan yang terdiri dari para pangeran dan rakyatnya telah berkumpul. Mereka semua sangat antusias dan tidak sabar untuk mendengarkan siapa pangeran yang dipilih oleh Putri Mandikala. Tidak lama kemudian Putri Mandikala pun muncul ke hadapan para undangan. Putri terlihat sangat cantik dengan balutan gaun indah yang melekat pada tubuhnya. Putri Mandikala hadir dengan pengawalan ketat dan disertai oleh kedua orangtuanya.

Setelah turun dari tandunya, putri berjalan perlahan menuju ke sebuah bongkahan batu karang dan berdiri membelakangi laut lepas. Setelah menyapu pandangannya keseluruh tamu undangan yang datang, putri pun mulai mengucapkan sebuah pengumuman.
"Wahai Ayahanda dan Ibunda tercinta serta semua Pangeran danrakyat negeri Tonjang Beru yang aku cintai. Aku memutuskan bahwa diriku untuk kalian semua. Aku tidak dapat memilih satu diantara Pangeran. Diriku telah ditakdirkan untuk menjadi Nyale yang bisa kalian nikmati bersama pada tanggal dan bulan saat munculnya Nyale dipermukaan laut."

Mendengar apa yang telah diucapkan Putri mandikala seluruh undangan serta kedua orang tua putri pun merasa sangat terkejut. Kemudian setelah mengatakan apa yang telah menjadi keputusannya, tanpa diduga-duga Putri Mandikala menceburkan dirinya kedalam laut dan langsung hilang ditelan ombak serta gelombang yang sangat besar.

Saat itu suasana pantai menjadi sangat kacau, banyak orang panik dan histeris sehingga suara teriakan terdengar di seluruh area pantai. Kekacauan tidak lama berlangsung, saat keadaan kembali tenang, seluruh para undangan dan juga pengawal kerajaan pun segera mencari sang putri yang telah menceburkan dirinya kelaut. Tetapi bukan putri yang mereka temukan, mereka malah menemukan banyak sekali cacing laut dengan berbagai warna muncul dari dasar laut dan sela-sela karang. Sesuai dengan pesan dari putri, mereka pun berlomba untuk mengambil binatang tersebut sebanyak-banyaknya untuk dimanfaakan dan sebagai tanda cinta kasih mereka kepada putri.

Masyarakat sekitar percaya cacing-cacing laut tersebut merupakan jelmaan dari Putri Mandikala, dan setelah kejadian itu setiap tanggal 20 bulan kesepuluh penanggalan Sasak selalu diadakan Upacara Adat Bau Nyale. Selain masyarakat Lombok dan Suku Sasak, masyarakat Sumba dan Bali juga ada yang melakukan upacara adat Bau Nyale ini. Khusus untuk di Sumba, Upacara Adat Bau Nyale adalah upaca pembuka dari Pasola. Pasola adalah permainan lempar lembing kayu yang dilakukan di atas kuda yang sedang dipacu dengan kencang.



UPACARA DAUR HIDUP SASAK
•Kelahiran
Yang dilakukan pertama kali saat menjelang kelahiran di suku sasak, adalah sang suami akan segera mencari belian (dukun beranak). Jika si ibu sulit dalam proses persalinan, belian akan menafsirkan bahwa itu adalah akibat dari tingkah laku yang kurang baik dari ibu sebelu hamil. Untuk memperlancar proses persalinan, maka diadakan upacara seperti menginjak ubun-ubun, meminum air bekas cucian tangan dan yang lainnya.

Masyarakat Sasak percaya bahwa ari-ari merupakan saudara dari bayi, maka setelah lahir ari-ari akan diperlakukan sama dengan sang bayi. Ari-ari dibersihkan lalu dimasukkan ke dalam periuk atau kelapa setengah tua yang sudah dibuang airnya, kemudian dikubur di pelataran rumah.

•Memotong Rambut (ngruisang)
Upacara Ngruisang adalah upacara mencukur rambut bayi. Rambut yang dibawa sejak lahir disebut bulu panas dan menurut kepercayaan harus dihilangkan. Selain itu, Upacara Ngruisang ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur orang tua karena telah dikaruniai keturunan.

Sebelum prosesi ngurisang tersebut dilakukan biasanya dimulai dengan dzikir dan do’a yang dipimpin langsung oleh tokoh agama. Ngurisang dilakukan dengan menggunting sedikit rambut sang bayi oleh tokoh agama atau dalam istilah sasak yakni tuan guru kemudian para undangan yang hadir secara bergiliran hanya memercikkan air kembang ke kepala sang bayi. Kemudian para undangan yang hadir dijamu.

•Menjelang Dewasa
Saat menjelang dewasa, anak laki-laki Suku Saak akan melewati sebuah upacara khitanan. Upacara ini dianggap sebagai upacara yang mengantarkan laki-laki kearah kedewasaan. Saat itu akan dilaksanakan upacara, anak tersebut diharuskan berendam pada air suci sebelum dikhitan. Selain itu, orang yang beranjak dewasa juga melakukan potong gigi yang biasa disebut dengan rosoh, tapi saat ini rosoh sudah jarang dilakukan.

•Upacara Pernikahan
Perondongan (Perjodohan)
Dalam perjodohan Suku Sasak terdapat 3 cara yang digunakan, yautu:
-Jika kesepakatan antar orang tua terjadi saat anak mereka masih dibawah umur maka diadakanlah upacara pernikahan layaknya upacara pernikahan orang dewasa, namun sekalipun mereka telah berstatus sebagai suami isteri mereka dilarang hidup bersama sebagai suami isteri. Tempat tinggal mereka dipisahkan dan tetap tinggal bersama orang tua masing-masing. Mereka akan dinikahkan dalam arti yang sebenarnya kelak setelah memasuki usia dewasa (aqil baliq). Jadi dengan pernikahan dini tersebut sesungguhnya anak-anak telah terikat dalam sebuah tali perkawinan
-Anak-anak tidak dinikahkan akan tetapi hanya cukup dengan pertunangan. Esensinya sama dengan cara di atas, bahwa kelak setelah dewasa anak-anak tersebut akan dikawinkan dengan perkawinan yang sesungguhnya.
-Anak-anak tidak dinikahkan juga tidak dilakukan pertunangan, akan tetapi cukup diumumkan di publik bahwa anak mereka telah dijodohkan. Anak-anak tersebut baru akan diberitahukan setelah mereka dianggap dewasa.

Kawin Lamar (Mepadik Lamar)
Proses lamaran ini memiliki alur yang cukup panjang dan berliku. Setelah calon mempelai bersepakat melakukan pernikahan, calon mempelai laki-laki akan memberitahukan orang tuanya dan meminta dilamarkan ke orang tua si gadis.

Merarik (Selarian)
Merarik sering diartikan sebagai menculik anak gadis dan melarikannya untuk dijadikan isteri. Upacara merarik ini merupakan symbol kehormatan bagi wanita, karena bagi Suku Sasak wanita bukanlah benda yang bisa ditawar atau diminta. Sedangkan untuk para lelaki, acara ini sebagai simbol kesetiaan  dan keberanian sebagai calon suami karena siap mempertaruhka nyawanya deni calon isteri.

•Upacara Kematian
Belanggar
Saat ada orang yang meninggal di Suku Sasak, hal yang pertama kali dilakukan adalah memukul beduk dengan suara yang panjang dan keras. Pemukulan beduk ini berfungsi sebagai pemberi tahu pada masyarakat sekitar bahwa ada warga desa yang meninggal. Setelah terdengar suara beduk, tdak lama kemudian biasanya para warga, kerabat dan sahabat segera datang ke acara tempat kematian dan disebut dengan Langgar (melayat). Orang yang datang untuk Langgar biasanya membawa beras untuk sekedar meringankan beban orang yang terkena musibah. Kegiatan Langgar ini bertujuan untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan agar tidak terlalu bersedih karena rasa kehilangan.

Memandikan
Dalam prosesi ini cara-cara yang dilakukan untuk memandikan jenazah sama dengan cara-cara agama islam karena memang masyarakat Suku Sasak mayoritas beragama islam. Jika yang meninggal adalah laki-laki , maka yang memandikannya wajib laki-laki begitu pula sebaliknya. Yang bertugas memandikan jenazah adalah tokoh agama setempat. Setelah dimakamkan, jenazah lalu dibungkus/dikafankan, pada prosesi ini biasanya jenazah ditaburi dengan keratin kayu cendana dan cecame.

Betukaq (Penguburan)
Upacara-upacara yang dilakukan sebelum penguburan meliputi:
Setelah dinyatakan meninggal, orang tersebut akan langsung dihadapkan kea rah kiblat. Lalu akan ada pembakaran kemenyan diruang tempat orang yang meninggal dan juga pemasangan langit-langit (bebaoq) dengan menggunakan kain putih (selempuri) dan kain tersebut tidak boleh dibuka sampai hari kesembilan meninggalnya orang tersebut. Setelah rapi dibungkus, jenazah lalu disholatkan dirumah oleh keluarganya lalu dibawa ke masjid atau mushola.

Sebelum dikubur, diadakan unjuran sebagai penyusuran bumi (penghormatan bagi yang meninggal, untuk itu perlu dilakukan penyembelihan hewan sebagai tumbal.

Nelung dan Mituq
Upacara ini dilakukan keluarga untuk doa keselamatan arwah yang meninggal dengan harapan dapat diterima di sisi Tuhan yang Maha Esa selain itu keluarga yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan. Selanjut diikuti dengan upacara nyiwaq dan begawe dengan persiapan sebagai berikut:
-Mengumpulkan kayu bakar. Kayu biasanya dipersiapkan pada hari nelung (hari ketiga) dan mitu (hari ketujuh) dengan acara berebaq kayu (menebang pohon).
-Pembuatan tetaring, terbuat dari daun kelapa yang dianyam dan digunakan sebagai tempat para tamu undangan (temue) duduk bersila.
-Penyerahan bahan-bahan begawe, penyerahan dari epen gawe (yang punya gawe) kepada inaq gawe. Penyerahan ini dilakukan pada hari mituq.
-Dulang inggas dingari, disajikan kepada penghulu atau Kyai yang menyatakan orang tersebut meninggal dunia. Dulang inggas dingari ini harus disajikan tengah malam kesembilan hari meninggal dengan maksud bahwa pemberitahuan bahwa besok hari diadakan upacara Sembilan hari.
-Dulang penamat, adapun maksudnya symbol hak milik dari orang yang meninggal semasa hidupnya harus diserahkan secara sukarela kepada orang yang berhak mendapatkannya. Kemudian semua keluarga dan undangan dipinpin oleh Kyai melakukan doa selamatan untuk arwah yang meninggal agar diterima Tuhan yang Maha Esa, dan keluarga yang ditinggalkan mengikhlaskan kepergiannya.
-Dulang talet Mesan (penempatan Batu Nisan) dimasudkan sebagai dulang yang diisi dengan nasi putih, lauk berupa burung merpati dan beberapa jenis jajan untuk dipergunakan sebelum nisan dipasang oleh Kyai yang memimpin doa yang kemudian dulang ini dibagikan kepada orang yang ikut serta pada saat itu. Setelah berakhirnya upacara ini selesailah upacara nyiwaq.

SUMBER
Arya.2009,Adat Perkawinan Suku Sasak.http://id.scvoong.com (diakses 11 Juni 2012)
Maria,Amosa.2012,Asal Mula Upacara Bau Nyale.http://legenda-daerah.blogspot.com(diakses 11 Juni 2012)
Mulyadi.___,Adat Sasak.http://muiyady-mper.blogspot.com(diakses 11 Juni 2012)
Nikmatul,Aini.2011,Upacara Kematian Pada dat Sasak.http://nikmatulaini.blogspot.com(diakses 11 Juni 2012)
Sam.2010,Budaya Sasak Ngrusiang.http://samadaranta.wordpress.com






Tidak ada komentar:

Posting Komentar