Jumat, 08 Juni 2012


UJIAN TENGAH SEMESTER (Part 3)
LIDYA NOVITA - 4423107048
FOLKLORE SEBAGIAN LISAN
===============================

Kesenian Tari Khas Malang



Topeng Malang adalah sebuah kesenian kuno yang usianya lebih tua dari keberadaan Kota Apel ini. Itulah sebabnya, kesenian ini tak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa Timur. Dalam catatan sejarah, topeng telah dikenal semenjak zaman kerajaan tertua di Jatim yaitu Kerajaan Gajayana (760 Masehi) yang berlokasi di sekitar kota Malang.
Tari Topeng Malang sangat khas karena merupakan hasil perpaduan antara budaya Jawa Tengahan, Jawa Kulonan dan Jawa Timuran (Blambangan dan Osing) sehingga akar gerakan tari ini mengandung unsur kekayaan dinamis dan musik dari etnik Jawa, Madura dan Bali. Salah satu keunikannya adalah pada model alat musik yang dipakai seperti rebab (sitar Jawa) seruling Madura (yang mirip dengan terompet Ponorogo) dan karawitan model Blambangan.
Kota Malang pada awalnya memiliki cukup banyak pengrajin Topeng Malang, tetapi karena semakin lama kalah bersaing dengan budaya lain menyebabkan sebagian besar pengrajin tersebut tidak meneruskan usahanya. Salah satu pengrajin Topeng Malang yang masih tetap meneruskan budaya tersebut adalah Bapak Handoyo yang memiliki sanggar kesenian Asmoro Bangun. Sanggar Asmoro Bangun terletak di Dusun Kedungmonggo, Kecamatan Pakisaji. Bapak Handoyo meneruskan sanggar tersebut dari kakeknya, Mbah Karimun (Alm) sesepuh kesenian tari topeng khas Malang yang pernah mendapat penghargaan langsung dari mantan presiden Soeharto sebagai seniman pelestari kesenian tradisional. Sanggar tersebut membuat Topeng Malang dan juga pentas tari tentang cerita rakyat khususnya dari wilayah Malang. Keberadaan kesenian tari topeng di dusun ini sekarang masih terbilang cukup mampu bertahan jika dibandingkan dengan komunitas lain yang juga berada di wilayah gunung Kawi dan wilayah kabupaten Malang lainnya, yang letaknya lebih ke arah atas gunung Kawi. Hal ini didukung oleh letak geografis kawasan Kedungmonggo yang relatif mudah dijangkau oleh konsumen kesenian tari topeng karena jaraknya dari jalan raya Malang-Kepanjen hanya berkisar 500 meter ke arah barat.
Seiring berjalannya waktu dan ketertatihan eksistensi budaya tradisional, kesenian ini perlahan-lahan hilang dan berangsur-angsur tergusur oleh arus budaya modern. Hal ini salah satunya dikarenakan kurangnya sumber sejarah yang mencatat sepak terjang kesenian ini secara pasti, sampai pada akhirnya dilakukan pencatatan sejarah oleh Dr. Th. Pigeaud pada tahun 1930an yang menyebutkan bahwa kesenian ini merupakan salah satu pertunjukan tradisional populer khas Jawa yang berada di wilayah Malang. Faktor generasi penerus menjadi faktor utama untuk melestarikan kesenian khas Malang ini, menegaskan keeksisan tari topeng Malang lambat laun mendekati kepunahan. Untuk mengembangkan dan tetap melestarikan salah satu “aset” daerah yang masih dikerjakan secara tradisional tersebut banyak mengalami kendala apalagi jika tidak ada campur tangan dari pemerintah.
 Tari Topeng adalah perlambang bagi sifat manusia, karenanya banyak model topeng yang menggambarkan situasi yang berbeda, menangis, tertawa, sedih, malu dan sebagainya. Bisanya tari ini ditampilkan dalam sebuah fragmentasi hikayat atau cerita rakyat setempat tentang berbagai hal terutama bercerita tentang kisah2 panji.
Meskipun sampai sekarang tarian Malangan masih bertahan dan memiliki padepokan di daerah Pakisaji, kabupaten Malang, namun perkembangan budaya modern telah mampu membuat masyarakat kota Malang menjadi ‘amnesia’ dengan tari tradisional khas Malang ini. Sehingga banyak sekali model tarian Malangan yang sudah dilewatkan begitu saja dan tidak banyak masyarakat yang tahu keberadaannya.
Padahal, seni tarian khas Malang adalah warisan leluhur yang memiliki nilai budaya tidak ternilai, dan tentu sudah selayaknya dilestarikan masyarakat. Sayangnya, jangankan masyarakat umum, pemerintah daerah (pemda) pun terkesan tidak ikut peduli akan nasib seni tari tradisional yang semakin hari tidak populer lagi di mata masyarakat.
Anehnya, banyak warga asing, terutama turis mancanegara malah lebih tertarik dan merasa senang dengan tarian tradisional yang lahir dan berkembang di wilayah Malang Raya tersebut. Buktinya, kadang para bule harus menyewa penari khusus untuk menampilkan pada panggung pertunjukkan sendiri disebuah gedung khusus yang disewa sendiri. Sehingga dapat disebut jika orang asing lebih peduli akan nasib Tari Topeng Malangan.
Di sinilah kontradiksi tercipta. Masyarakat Malang yang memiliki kebudayaan sendiri malah terlihat kurang peduli dengan kekayaan seni, sementara orang asing lebih apresiatif dengan kekayaan budaya masyarakat Indonesia. Karena itu, jangan salahkan jika suatu saat Tarian Topeng Malangan itu bisa lenyap karena masyarakat lokal tidak lagi peduli akan keberadaannya.
Sebagai generasi penerus bangsa, kita perlu turut proaktif ikut menjaga tarian khas Malang itu supaya tidak punah. Kita tidak perlu merasa malu disebut sebagai orang kuno dan ketinggalan zaman jika senang dan peduli ikut melestarikan Tari Topeng Malangan agar tidak punah. Meskipun tidak harus menjadi penarinya langsung, setidaknya kita dapat berbuat ikut mempromosikan rasa kebanggaan bahwa kota Malang memiliki tarian khas sendiri yang harus dijaga keberadaannya.
Karena hal itu adalah tugas mulia dan tidak sembarang orang mau melakukannya. Sehingga dengan menjaga warisan budaya leluhur, kita sama saja menjaga harta tidak ternilai harganya, dan mewariskan budaya agung kepada anak cucu kita. Dengan harapan Tari Topeng Malangan bisa terus eksis dan berhasil bertahan menjadi ikon wilayah Malang Raya.
Sampai saat ini Tari Topeng masih bertahan dan masih memiliki sesepuh yaitu Mbah Karimun yang tidak hanya memiliki keterampilan memainkan tari ini namun juga menciptakan model2 topeng dan menceritakan kembali hikayat yang sudah berumur ratusan tahun. Sayang sekali Mbah Karimun tidak memiliki penerus yang dapat menggantikan dirinya melestarikan kesenian khas daerah Malang ini. Dengan demikian walaupun masih bertahan namun Tari Topeng sudah mendekati kepunahan walaupun masih tetap mengikuti event2 penting kesenian tradisional tingkat nasional.


Tari topeng Malang mempunyai ciri khas sendiri bila dibandingkan dengan tari dari daerah lain, pertama terletak pada bentuk topengnya. Bentuk topeng Malang adalah gabungan antara bentuk manusia dan bentuk wayang. Ciri khas lain yang nampak pada tari topeng Malang adalah arah gerak yang cenderung tidak pada satu bidang frontal, walaupun kedua kaki terbuka ke luar akan terjadi persilangan garis arah, di mana kaki kanan agak ke depan sementara kaki kiri lebih banyak menumpu beban berat tubuh. kaki kanan agak dibebaskan dalam menumpu berat tubuh karena harus mengerakan gongseng yang dipasang di pergelangan kaki penari. Genta atau gongseng ini berfungsi untuk mengatur irama gerak dan juga lebih menghidupkan tarian. Tokoh tokoh tari topeng Malang ini ada kemiripan dengan tokoh topeng gaya cirebon, misalnya ada tokoh, klono,dan panji, tapi untuk gerakan jelas berbeda.
Dalam menari topeng diperlukan keseimbangan tubuh yang luar biasa. dengan pandangan yang terbatas dan harus membawakan gerak tari yang energik. Banyak gerakan tari topeng Malang yang harus mengangkat kaki kanan, sehingga kaki kiri menyangga tubuh secara penuh. Sebagai penari topeng kita dituntut untuk bisa menghidupkan topeng yang kita pakai yang sesuai dengan masing-masing karakternya. Di Malang ada beberapa tempat tari topeng berkembang dan masing masing mempunyai ciri khas yang berbeda. Misalnya gaya Kedungmonggo Pakisaji, Jambuwer, dan Glagahdowo.
Dengan keahliannya membuat topeng juga telah menyediakan lapangan pekerjaan bagi puluhan perajin topeng. Dipasarkan sebagai souvenir di tempat2 wisata dan galeri2 seni dengan harga yang cukup terjangkau. Perhatian dan dukungan yang lebih kongkret perlu diberikan oleh Pemda dan instansi2 terkait untuk mempopulerkan kembali kesenian khas Malang ini di masyarakat.
“Sebenarnya, apa ya yang membuat tarian ini menarik?!”, kata-kata itu pasti akan bermunculan pada remaja masa kini. Ya, tentu saja pertanyaan itu akan mereka ajukan, karena pada sisi lain mereka sama sekali tak mengerti cirri khas serta kaindahan dari tarian ini. Tapi, sebagian remaja yang mengaku bahwa dirinya adalah Pecinta Budaya pasti dengan tegas dapat menjawab pertanyaan ini. Tentu saja, kemenarikan tarian ini tumbuh dari kemolekan gerakan, keluwesan penari dalam pembawaannya serta satu hal lagi yang tak akan lepas, yaitu penggunaan costum. “Bagaimana bisa penggunaan costum berpengaruh besar dalam kemenarikannya?”, itukah pertanyaan selanjutnya yang akan disampaikan. Ehm, tentu saja penggunaan costum dalam hal ini dapat berpengaruh besar. Karena suatu tarian tak akan terlihat indah dan menarik apabila costum yang digunakan tak berhubungan dengan inti pada gerakan tarian. Selain itu, para penari Tari Topeng Malang akan menggunakan Topeng khas Malang sebagai pelengkap serta pemanis dalam pertunjukannya.
Konon Tari Topeng diciptakan oleh Airlangga yakni putra dari Darmawangsa Beguh di kerajaan Kediri.Ia kemudian menyebarkan seni tari itu sampai ke Kerajaan Singosari yang di pimpin oleh Ken Arok. Raja Singosari itu kemudian menggunakan tari topeng untuk upacara adat, drama tari yang terdiri dari kisah Ramayana, Mahabarata, dan Panji. Selain itu, tari topeng juga digunakan untuk penghormatan pada para tamu dan ritual memuja arwah nenek moyang.
Kemudian pada awal penyebaran agama Islam di Indonesia, para Wali Songo mencoba memperbaiki tari topeng agar dapat disesuaikan dengan aturan agama Islam.
Diantaranya adalah dengan merubah tata busana tari topeng menjadi lebih sopan dan mengganti bahan alat musik tari topeng. Tujuan penggantian bahan gamelan Tari Topeng menjadi kuningan adalah untuk memperkeras alunan musik tari tersebut.
Karena dengan alunan yang keras, banyak rakyat yang akan datang ke tempat tarian itu. Dan para Wali Songo dapat menyebarkan agama islam di tempat itu. Pada saat zaman penjajahan, Tari Topeng sudah hampir punah, hanya pejabat tinggi atau pemerintah Kolonial belanda saja yang mengerti tentang Tari Topeng.
Tetapi ada seorang pelayan belanda bernama Panji Reni yang ditugaskan mencuci topeng, Ia kemudian tertarik untuk mempelajari tari tersebut. Akhirnya, ia mencoba membuat topeng di Polowijen, Blimbing dan ternyata hasilnya sangat memuaskan. Kemudian, ayah Pak karimun (Ki Man) juga mempelajari tari Topeng tersebut dan mancoba membuat topeng di Kedung Monggo, kecamatan Pakisaji, Malang.
Dan pada tahun 1993, ( alm ) Pak karimun belajar mencari topeng bersama ayahnya. Dan akhirnya beliau menjadi pengrajin topeng serta pendiri Sanggar Tari ASMOROBANGUN. Sekarang Sanggar Tari tersebut di kelola masyarakat sekitar dan yang memimpin adalah Bpk. Jumadi yang sampai sekarang eksis di dunia Seni khususnya Topeng Malangan.
Menurut salah satu sumber yang pernah ada awal kemunculannya, tarian ini banyak diminati oleh kalangan remaja, namun entah kenapa akhir-akhir ini mulai ditinggalkan. Tapi diadakannya Festival Malang Kembali yang telah terlaksana sebanyak empat kali ini telah mulai membuktikan bahwa Tari Topeng Malang ini tak akan pernah luntur dari masyarakat Kota Malang.



Sang Maestro Topeng Malangan:
Nama : Mbah Gimoen (Mbah Karimun)
Tempat / Tgl lahir : Malang, 1924

Beliau belajar dan berkecimpung dalam dunia seni drama tari topeng malang dari tahun 1939 sampai sekarang, menurut beliau pada waktu itu drama tari topeng tidak hanya sebagai seni pertunjukan saja tetapi juga sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dan masyarakat pada waktu itu juga sangat peduli dan benar-benar menghargai seni pertunjukan drama tari topeng. Wujud dari kepedulian mereka adalah dengan mengundang dan mendatangkan rombongan kesenian drama tari topeng pada acara acara hajatan misalnya manten, sunatan, entas-entas orang tengger (selamatan untuk yang sudah meninggal / kirim doa) dll. Mbah Gimun adalah pemeran tetap karakter tokoh topeng Kelono (Raja Sabrang) dan sampai sekarang pula tari Kelono pula yang selalu diajarkan pada anak didiknya.

Sumber:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar